You'r Not My Doll (Part 2)


“oke makannya sudah selesai semua khan?, saatnya gue yang ngomong serius” rizki berkata, semua mata mengarah padanya, walaupun sebelum ia berbicara semua asik dengan obrolan dan jandaan masing, sejenak semua diam.
“gue dan yulita, segaja ngajak kalian ngumpul disini, terutama buat rezha, silva, dan Narnia, arief, ali, wahyu, rian, kalau kalian biar cukup tau aja.  Kita sudah lama berteman, ya…hampir 3 tahun, kita sering kali ngumpul ataupun hanya sekedar ngomongin tugas, kayanya gak pantas kalau harus yang ada dirahasiain.  Oke yulita mulai cerita awalnya, kalau diantara kita ada yang punya rahasia besar, dan bohongin kita semua selama 1 tahun ini” raut muka rizki yang sangat tegas, membuat semuanya serius dalam menyimaknya.  Yulita segera angkat mulutnya, walaupun awalnya ia melirik kearah mata silva yang duduk di samping kanan silva.
“kemarin, sebelum masuk kelas, gue, rizki, wahyu, rezha, makan bareng.  Pas mau bayar dikasir, tanpa segaja KTP rezha jatoh, tapi dia gak sadar, gue otomatis munggut dibawah kaki gue, awalnya hanya ingin lihat foto KTPnya, tapi pas lagi baca data yang ada di KTP, status di KTP rezha itu bukan “Belum Menikah” tapi disitu tertulis “Menikah”. Ya…itu cerita awal rahasia besar yang terbongkar. Sekarang rezha silahkan jelaskan semuanya keteman-teman yang ada disini.” Kata yulita, yang berkali-kali menatap silva, namun ketika melihat rezha pandangan penuh kesalnya sangat terlihat.

Silva sangat terpukul mendengar hal itu, iapun segera mengenggam tangan Narnia yang berada disebelah kirinya.  Mendungan air mata tak tertahan namun dalam lubuk hatinya berbisik.
“bagus kalau memang benar rezha sudah nikah, berarti ada alas an yang akurat untuk menolaknya. Tapi apa arti semua ini, berarti ia hanya jadikan aku boneka mainannya, yang ternyata dia sudah beristri” silva masih terdiam namun menunduk dalam, air matanya masih tertahan oleh rasa ngengsinya.
“sebelumnya minta ma’af kalau selama ini, gue dah nutupin ini semua didepan kalian, iya bener kalau gue sudah menikah ketika awal semester 4, dan gue juga sudah punya anak sekarang usianya sudah 4 bulan, gue punya alasan kenapa menyembunyiin ini kekalian semua, karna gue belum siap dengan status gue yang sudah menjadi suami dan juga ayah, makanya gue gak berani mengakui itu” rezha semakin menunduk, sedangkan yang lain hanya bisa menatap dengan ketidak percayaan dengan kenyataan dari sikap rezha, arief dan ali mulai geram, ketika melihat silva meneteskan airmata, begitu juga Narnia terkanget-kanget dengan pernyataannya.
“oke kalau memang itu alasan lue, gue sebagai cewe gue terima, tapi ma’af ya…lue tuh kaya gak punya hati tau gak zha, saat lue sudah punya istri lue, masih bisa jalan sama silva, bahkan kaya ngasih harapan, dan sekarang apa lue gak mikir perasaan istri lue, yang gak pernah diakui hanya karna lue belum siap” kata Narnia dengan nada ketus, dan ia masih menenangkan silva dengan mengusap-usap pundaknya.
“oke, buat silva gue minta gak ada maksud untuk ngasih harapan, gue cuma pengen menjalin silahturahmi yang lalu sempat putus udah itu aja, gak lebih” kata rezha, menatap silva yang masih saja menunduk.
“enak banget lue bilang ma’af, dan gak lebih, dasar gak punya perasaan” kata ali, seraya berdiri menarik kerah bajunya rezha, dengan kepalan tangan yang siap meninjunya, arif segera melerainya, dan yang lain hanya bisa diam memengang kepala sambil mengegelengkan kepala mereka, namun silva masih saja menunduk.
“oke semua sudah jelas khan, semoga tidak ada pihak yang dirugikan, ali tahan emosi, kita semua sedang emosi untuk membela silva, tapi kita bisa tahan, silva tenangin dulu aja” kata rizki dengan bijak, seraya menatap silva dengan iba.  Tiba-tiba silva berdiri, dan pandangannya mengarahkan ke rezha.
“terimakasih atas kejujuran lue yang terlambat, kalau menurut lue itu gak ngasih harapan berarti hanya gue aja yang bodoh, mau-maunya ngeladenin lue, yang jelas-jelas hanya jadiin gue boneka maenan lue aja,yang bisa kapan aja lue manjain dan bisa lue buang dan injak-injak, makasih atas semuanya rezha, sakit zha” silva segera bergegas pergi dari meja itu dan keluar dari restaurant itu, rizki segera bergegas menyusul silva keluar, dan yang lain hanya bisa diam saling menatap.
Silva segera memanggil taksi yang kosong dari penumpang, dan segera masuk kedalam, namun secepat kilat, rizki menahan silva untuk menutup pintu taksi.
“silva boleh khan gue temanin lue pulang, gue gak tega biarin lue sedih sendiri” silva segera mengangguk, dan mempersilahkan rizki duduk disampingnya.  Dalam perjalan awalnya mereka hanya diam, silva masih meneteskan airmata, tiba-tiba tangan rizki merangkul silva dan membiarkan kepala silva bersandar di dada rizki, membiarkan air mata silva membasahi bajunya.
“sudah, ambil saja hikmahnya, kalau saja kamu benar-benar jadian lagi sama rezha, kamu bisa dibilang cewe perebut suami orang, tapi berhubung sudah ketahuan sebelum kamu teralalu jauh mengartikan perasaan kamu, semua ada hikmahnya, coba banyangin kalau kamu masih bersamanya, apa iya kamu mau menikah dengannya namun sudah berbadan dua, pasti gak mau khan, Tuhan masih sayang sama lue, gak bikin lue sakit terlalu lama” kata-kata rizki menyadarkan silva dari ketepurukan ini, silva segera bangkit dari rangkulan rizki dan segera menghapus air matanya dipipi. Silvapun tersenyum menatap rizki.
“benar juga apa kata kamu, kebenarannya terungkap sebelum gue terlalu dalam sakit”
“nah gitu dong, senyum lagi, itu baru silva yang gue, silva yang tangguh dalam segala hal masalah”
“makasih ya…udah mau nyadarin gue dari ini semua” silvapun tersenyum sipu menatap rizki, rizkipun membalas dengan senyum yang merekah.
“oia kita bicarain yang aja, boleh”
“boleh”
“kamu suka nulis, dan buat puisi ya?”
“ko’ kamu tau sih? Kamu baca-baca tulisan di blog aku ya?” silva terkejut, dengan pertanyaan rizki, sosok yang sempat ia kagumi ketika awal masuk kuliah, dan sempat juga mereka digossipkan kalau mereka sama-sama suka dengan temen-teman, setelah siva putus dengan rezha.
“ya…gue sudah baca semua isi blog lue, ternyata ada juga yang nyindir gue disitu, tapi so far tulisan lue bagus-bagus, tinggal dikembangin aja” tanpa sadar muka silva memerah.
“ada di puisi, yang judulnya teka-teki cinta, terus yang aritikel yang judulnya “kangum boleh khan?” Sama satu lagi yang judulnya “digossipin itu gak enak ya” itu tulisan kamu yang gak sengaja aku agak tersindir” senyum rizki merekah, namun silva menunduk dengan muka yang memerah.
“boleh gak? Gak usah bahas itu lagi, malu tau kalau tulisan di komentar langsung depan gue”
“ya…gak apa dong…aku khan juga mau nanya tulisan itu fiksi atau memang benar dari isi hati yang nyata”
“memang apa bedanya, tapi rata-rata curhatan yang aku buat seperti artikel dan juga puisi, tapi terserah lue mau nilai gimananya arti tulisan gue” laju taksi terus berjalan dengan argo yang terus bertambah, diluar sana kemacetan sesesaat terjadi, dan sesekali silva memperhatikan jalan dari balik kaca mobil.
“O curhatan…bagus dong…berarti aku boleh Tanya sesuatu yang lebih serius, boleh?”
“tentang apa? Boleh aja!” silva mengangguk pelan.
“berarti selama ini, kamu memperhatikan aku, habis di artikel itu seolah-olah kamu tuh kagum sama aku, padahal apa gitu yang dikagumin dari aku” tawa renyah rizki mencairkan suasana, namun silva masih saja tegang dengan pertanyaan itu.
“idih PD banget kamu” silva berusaha ngeles.
“oke deh…aku duluan yang jujur, sebenernya awal masuk, aku juga udah memperhatikan kamu, adalah suatu sisi yang buat aku suka sama kamu, tapi ternyata kamu malah jadian sama rezha, sempat aku ilang filling saat itu, tapi ternyata kamu cuma sebentar doang sama rezha, seneng juga saat kita digossipin walaupun sebenernya pengen bilang, itu bener tapi aku masih ragu perasaan aku sendiri. Ketika tau rezha sudah menikah aku sengaja sama yulita pengen cepet-cepet kasih tau kamu biar kamu gak terus-terusan di maenin perasaan kamu sama si rezha.” Silva terkejut dengan perkataan rizki yang di luar duguan.
“mungkin terlalu cepat, dan kurang tepat untuk aku kasih kamu pertanyaan ini, disaat kamu sedih dengan permaenan cinta, tapi sudah lama aku pendam ini semua, kamu mau gak jadi pacar aku? Pacaran yang aku maksud bukan maen-maen lagi, tapi lebih keperkenalan antara aku dan kamu untuk menuju ke pernikahan, karna aku gak mau lagi maen-maenin perasaan kamu, yang sudah disakiti sama orang lain” silva makin terkejut, ia menutup mulutnya dengan kedua tangannnya.  Tanpa sadar taksi sudah berhenti didepan rumah silva yang bercat hijau.
“oke sudah sampai, gak usah dijawab sekarang gak apa-apa, aku tunggu tiga hari lagi, hari sabtu besok aku tunggu kamu di solaria tamini square jam 5 sore” rizki tersenyum kepadanya, dan silva segera beranjak keluar dari taksi.
“makasih atas semuanya, hati-hati ya?” kata silva seraya melambaikan tangannya, taksipun segera pergi dari hadapannya.  Bagi silva ini sebuah mimpi.
***
“makasih kamu sudah mau datang kesini, gimana apa kamu sudah siapkan jawabannya” rizki membuka pembicaraan, ia mengeluarkan sesuatu dari saku jaketnya,  benda kecil seperti kotak cincin, rizki segera membukanya di hadapan silva. Silva terkejut dengan surpraise dari rizki.
“kalau kamu jawab iya, kamu ambil cincin ini dan pakaikan di jari manis kanan kamu, tapi kalau tidak kamu boleh pakai cincin ini di jari tengah kamu, cincin melambangkan keseriusan aku sama kamu, kalau aku gak maen-maen” kata rizki dengan tatapan penuh makna, cincin berwarna silver dengan satu mata ditengahnya begitu ilengan. Silva segera mengambil cincin itu dan memakainya dijari manis kanannya. Ada raut penuh kelegaan dimuka rizki, ketika melihat silva yang mengartikan ia diterima sebagai kekasihnya.
“boleh aku tau alasannya kamu nerima aku” Tanya rizki dengan senyumannya yang begitu ramah.
“aku ingin pelangi penyemangatku, bisa jadi bintang disetiap malamku, tidak mau hanya mengangumimu tanpa menyanyangimu, aku juga ingin mengangumi dan mencintaimu juga, aku hanya berharap semoga aku bisa jadi yang terbaik buat kamu” jawab silva dengan yakin, dan senyum penuh dengan cinta.
“aku juga tidak akan menjadikan kamu my doll tapi aku ingin kamu jadi my little angel buat hari-hariku penuh warna di kanfas kehidupanku” rizkipun segera memainkan jari-jemari silva dengan lembut, silva tersipu malu, bungga cinta sepertinya sudah makin merekah, dan bermekaran disekeliling mereka, walaupun hanya sedikit kata yang terucap namun hati dan tatapan dua insan ini saling berbicara.
~end~

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Profesi Vs Pekerjaan

Dari pada salting mending kita ekting

Menanti Pelangi